Dialah Nia Kurnia. Perempuan kelahiran Sumedang 14 Maret 1969 itu lebih suka berada di belakang layar. Bukan berarti diam. Langkahnya terkesan senyap namun menggema.
”Saya terlibat nyaris di semua bidang di Rabbani. Mulai dari merancang produk, sales, manajerial SDM hingga finance,” kata Nia kepada Jabar Ekspres, baru-baru ini.
Lantas bagaiman kerudung instan itu muncul? Istri Amry Gunawan itu menuturkan, sebagai pemakai kerudung sejak 1987, dia kerap berpikir soal kesesuaian dan kebutuhan.
”Saat itu saya masuk kuliah sudah mengguna kerudung. Pola kerudung saat itu selalu segi empat dan tidak bisa lepas dari penitik. Pola seperti itu saya gunakan hingga lulus kuliah pada tahun 2000 lalu,” urainya.
Persoalan kemudian muncul ketika menikah dan punya anak. Sebagai sosok istri dan ibu pada umumnya, pekerjaan mulai banyak. Mengurus rumah, anak termasuk meneruskan pendidikan formal mau pun nonformal. ”Bahkan ikut membantu ekonomi keluarga dengan membantu suami,” ucapnya.
”Terbayang, dengan kerudung besar dan pekerjaan seabreg akan seperti apa kerudungnya. ”Perlu kiranya hemat waktu dalam hal berdandan dan berpakaian,” sambungnya.
Pemikiran itu rupanya terus terbayang di benak lulusan Fisika Unpad tersebut. Dan ide itu semakin kuat setelah Nia pergi haji bersama suaminya pada 2002 lalu dengan modal pas-pasan. Di Masjidil Haram, dia melihat beranekaragam kerudung. Pada saat itu, kata dia, jamaah dari Indonesia masih menggunakan mukena. Atau versi kecilnya di sebut kerudung Malaya yang terbuat dari kain woven.
Sepulang haji, Nia mengaku, imajinasi mengenai kerudung model layak dikenakan sehari-hari itu terus terpikir. Terbuat dari kaos tapi terlihat sangat modis. ”Maka rilislah model pertama disebut Visto,” ungkapnya. Dari modal seadanya, tanggapan konsumen terhadap Visto ternyata sangat besar. Dari produk si ”cikal” itu lantas lahirlah desain-desain lain. Di antaranya Innova, Altis, Karimun, Escudo, Brio, Altima dan ratusan model lainnya.
”Alhamdulillah Rabbani akhirnya menjadi pelopor kerudung instan Indonesia yang modis, praktis, pas di muka, untuk semua perempuan Indonesia. Mulai dari anak sekolah, remaja, dewasa, ibu muda, tua dan lanjut usia. Bahkan juga utk anak balita, batita dan batuta,” paparnya.
Keberhasilan itulah yang membuat Rabbani kemudian mendeklarasikan diri sebagai Profesor Kerudung Indonesia.
”Saat itu kami mendobrak paradigma kalau kerudung formal agak ribet ketika dipakai. Ini tinggal ”slep” cukup tiga detik. Istilah sekarang anti mainstream,” selorohnya.
Sedikit berfilosofi mengenai arti Rabbani, menurut Nia, Rabbani dari kata ”Rabb” artinya Tuhan yaitu Allah SWT. Rabbani artinya segala sesuatu yang selalu terkait dengan ketuhanan. Segala sesuatu harus selalu terkait hubungan dengan Allah SWT. ”Generasi Rabbani adalah anak keturunan kita yang berharap selalu sejalan dengan perintah Allah,” tegasnya.
Dia menguraikan, tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: ”Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata): ”Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”.
Berlandaskan itu, maka dirumuskanlah logo 3 ro: Rabb, rizki dan risk yang berarti risiko. ”Dan yang lebih besar dari itu semua bahwa kasih sayang Allah lebih besar dari apapun. Kalau kita menjalaninya dengan benar, jujur, beretika, diiringi dengan kerja keras ketekunan dan penuh kesabaran,” jelasnya.
Dari banyak langkah yang sudah dilewati, Nia tersenyum ketika berapa modal awal yang dikeluarkan untuk memulai bisnis kerudung instan Rabbani. Menurut dia, modal Rabbani itu adalah keinginan, kerja keras, kejujuran, dan bakat. Bakat ini juga yang digarisbawahi. ”Bakat ku butuh,” selorohnya sambil tersenyum.
Dan bakat menghadapi kebutuhan itu memang dibuktikan betul oleh Nia dan suaminya. Bayangkan, perusahaan dengan sekitar 3.400 karyawan dan ratusan toko dan ribuan reseller yang tersebar di Indonesia, modal awalnya hanya Rp 100.000. (rie)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar